Minggu, 26 Juni 2011

Politik Untuk Peradaban




Perjalanan panjang membangun kembali kehidupan umat manusia terbentang di hadapan kita. Tidak hanya lelaki yang harus bergerak untuk meninggikan lagi bangunan umat ini, karena muslimah juga merupakan salah satu sayap umat. Peradaban islam tidak akan melesat terbang kecuali dengan dua sayap, pemudanya dan pemudinya.


Penyiapan manusia memang langkah awal untuk membangun kembali peradaban umat, sebagaimana tesis Malik bin Nabi tentang syarat kebangkitan yaitu manusia, tanah, dan waktu. Setelah ada manusia-manusia besar yang merata dalam skala keluarga dan masyarakat, perjuangan kemudian membesar menuju institusi-institusi masyarakat. Tapi itu semua tidak cukup. Saat ini kita sedang hidup di sebuah zaman organisasi, dan organisasi terbesar yang diakui dunia sementara ini adalah negara.


Agenda politik muslim masih menumpuk bagaikan gunung. Ia harus didaki dengan keimanan yang kokoh, semangat yang menyala, keikhlasan tiada tara, dan kinerja seperti baja.


Negara bukanlah tujuan akhir. Negara adalah awal kita melangkah menuju peradaban dunia. Negara adalah organisasi kita untuk mempresentasikan islam ke seluruh umat manusia di timur dan barat. Umat manusia saat ini sedang rindu dengan lengkingan suara islam yang terdengar dari menara sebuah negara. Mereka sudah jemu bertemu dengan puluhan ideologi dan pemikiran coba-coba. Mereka sekarat, haus dengan oase islam yang jernih.


Sayyid Qutb mengatakan:
Hingga hari ini umat manusia tidak mengenal satu pun fikrah yang mampu mengatur dunia dengan  satu persatuan kemanusiaan dan mengelola masyarakat sebagai satu saudara kemanusiaan, kecuali fikrah islam tentang alam, kehidupan, dan manusia. Inilah fikrah teragung yang paling disambut manusia, dan paling fleksibel menerima perkembangan serta pembaharuan. Juga paling tepat mensinergikan dan merangkai berbagai kekuatan; antara kekuatan alam, kemampuan insani, serta kebutuhan umat manusia.


Para politikus muslim membutuhkan banyak amunisi untuk menghadapi estafet perjuangan politik yang panjang, karena setiap politikus perlu bertransformasi dari sekedar politikus biasa menjadi seorang negarawan besar. Filosofi kita berpolitik memang telah terbentang panjang di halaman-halaman yang lalu. Tentang landasan filosofis politik islam dalam referensi keislaman, dari Al-Quran, Sunnah, dan referensi-referensi yang lain. Perjalanan perjuangan politik umat Islam pun sudah  dipaparka dari mulai pembangunan unsure-unsur Negara di zaman Rasulullah SAW, lalu pengembangan system kekhilafahan, pergantian system kekhilafahan ke system kerajaan, kejatuhan Utsmaniyyah, penjajahan Barat terhadap umat Islam, hingga kebangkitan baru gerakan islam. Lalu gerakan islam itu mulai kembali melangkah dan menyusun batu bata peradabannya dari dasar. Memulainya dari pengokohan pemahaman keislaman, langkah-langkah peradaban, dan tahapan perjuangan politik. Tahapan perjuangan politik itu merangkak dari mihwar thanzimi ke mihwar sya’bi, lalu ke mihwar muassasi, hingga menuju mihwar dauli. Dalam proses perjuangan politikus muslim di mihwar muassasi ke mihwar dauli, perlu sebuah pemahaman yang mendalam tentang tsawabit dan mutaghayyirat politik sebagai landasan filosofis setiap politikus musli, agar geraknya yakin berdasarkan argument-argumen yang syar’I dan ilmiah.

Jadi, tidak ada lagi waktu diam bagi para politikus muslim yang sedang memperbaiki pemerintahannya, karena peradaban dunia sedang menunggunya. Bahkan tidak bisa mereka bergerak dengan gerakan yang biasa. Yang kita butuhkan sekarang adalah para politikus muslim yang bergerak seperti gelombang, berlari sederas sungai terderas.

Imam Syafi’I mengatakan:
Sungguh aku melihat air yang diam itu merusak dirinya sendiri
Kalaulah ia bergerak, dahsyatlah ia; jika tidak, ia merugikan diri

Bergerak, cepat, tepat, dan tak pernah berhenti. Itulah karakter jiwa seorang politikus muslim. Ia tidak akan lagi bingung atau berdebat dalam soal-soal filosofis tentang boleh-tidaknya berpolitik atau apakah jalan yang perlu diambilnya untuk berpolitik. Sebab, baginya semua itu sudah jelas, sejelas surya di tengah sahara. Semua itu sudah harus meresap dan tertanam di pikiran bawah sadar seorang politikus muslim; bahwa kapan pun, di mana pun, dan menghadapi siapa pun, ia siap menjawab dengan argumentasi filosofis sambil bersuara lantang, “Inilah Politikku!”



Diambil dari buku berjudul: Inilah Politikku
Karya: Muhammad Elvandi



Direkomendasikan untuk pencerahan intelektual dan inspirasi negarawan 
muslim; serta pengokohan tarbiyah bagi kader-kader dakwah.

Semoga bermanfaat…
Salam Perjuangan saudara/iku: mament

Tidak ada komentar:

Posting Komentar