Senin, 27 Juni 2011

Keluarlah Saudaraku…


Saudaraku kau tahu bencana datang lagi
Porak lagi negeri ini
Hilang sudah selera orang-orang untuk mengharap
Sementara jiwa-jiwa nelangsa itu
Sudah sedari lama berbaris-baris memanggil-manggil

Keluarlah… keluarlah saudaraku

Dari kenyamanan mihrabmu
Dari kekhusukan I’tikafmu
Dari keakraban sahabat-sahabatmu

Keluarlah… keluarlah saudaraku

Dari keheningan masjidmu
Bawalah roh sajadahmu ke jalan-jalan
Ke pasar-pasar, ke majelis dewan yang terhormat,
Ke kantor-kantor pemerintah,
Dan pusat-pusat pengambil keputusan.

Keluarlah… keluarlah saudaraku

Dari nikmat kesendirianmu
Satukan kembali hati-hati yang berserakan ini
Kumpulkan kembali tenaga-tenaga yang tersisa
Pimpinlah dengan cahayamu kafilah nurani yang terlatih
Di tengah badai gurun kehidupan

Keluarlah… keluarlah saudaraku



Berdirilah tegap di ujung jalan itu
Sebentar lagi sejarah kan lewat
Mencari actor baru untuk drama kebenarannya

Sambut saja dia
Engkaulah yang ia cari!

Minggu, 26 Juni 2011

Politik Untuk Peradaban




Perjalanan panjang membangun kembali kehidupan umat manusia terbentang di hadapan kita. Tidak hanya lelaki yang harus bergerak untuk meninggikan lagi bangunan umat ini, karena muslimah juga merupakan salah satu sayap umat. Peradaban islam tidak akan melesat terbang kecuali dengan dua sayap, pemudanya dan pemudinya.


Penyiapan manusia memang langkah awal untuk membangun kembali peradaban umat, sebagaimana tesis Malik bin Nabi tentang syarat kebangkitan yaitu manusia, tanah, dan waktu. Setelah ada manusia-manusia besar yang merata dalam skala keluarga dan masyarakat, perjuangan kemudian membesar menuju institusi-institusi masyarakat. Tapi itu semua tidak cukup. Saat ini kita sedang hidup di sebuah zaman organisasi, dan organisasi terbesar yang diakui dunia sementara ini adalah negara.


Agenda politik muslim masih menumpuk bagaikan gunung. Ia harus didaki dengan keimanan yang kokoh, semangat yang menyala, keikhlasan tiada tara, dan kinerja seperti baja.


Negara bukanlah tujuan akhir. Negara adalah awal kita melangkah menuju peradaban dunia. Negara adalah organisasi kita untuk mempresentasikan islam ke seluruh umat manusia di timur dan barat. Umat manusia saat ini sedang rindu dengan lengkingan suara islam yang terdengar dari menara sebuah negara. Mereka sudah jemu bertemu dengan puluhan ideologi dan pemikiran coba-coba. Mereka sekarat, haus dengan oase islam yang jernih.


Sayyid Qutb mengatakan:
Hingga hari ini umat manusia tidak mengenal satu pun fikrah yang mampu mengatur dunia dengan  satu persatuan kemanusiaan dan mengelola masyarakat sebagai satu saudara kemanusiaan, kecuali fikrah islam tentang alam, kehidupan, dan manusia. Inilah fikrah teragung yang paling disambut manusia, dan paling fleksibel menerima perkembangan serta pembaharuan. Juga paling tepat mensinergikan dan merangkai berbagai kekuatan; antara kekuatan alam, kemampuan insani, serta kebutuhan umat manusia.


Para politikus muslim membutuhkan banyak amunisi untuk menghadapi estafet perjuangan politik yang panjang, karena setiap politikus perlu bertransformasi dari sekedar politikus biasa menjadi seorang negarawan besar. Filosofi kita berpolitik memang telah terbentang panjang di halaman-halaman yang lalu. Tentang landasan filosofis politik islam dalam referensi keislaman, dari Al-Quran, Sunnah, dan referensi-referensi yang lain. Perjalanan perjuangan politik umat Islam pun sudah  dipaparka dari mulai pembangunan unsure-unsur Negara di zaman Rasulullah SAW, lalu pengembangan system kekhilafahan, pergantian system kekhilafahan ke system kerajaan, kejatuhan Utsmaniyyah, penjajahan Barat terhadap umat Islam, hingga kebangkitan baru gerakan islam. Lalu gerakan islam itu mulai kembali melangkah dan menyusun batu bata peradabannya dari dasar. Memulainya dari pengokohan pemahaman keislaman, langkah-langkah peradaban, dan tahapan perjuangan politik. Tahapan perjuangan politik itu merangkak dari mihwar thanzimi ke mihwar sya’bi, lalu ke mihwar muassasi, hingga menuju mihwar dauli. Dalam proses perjuangan politikus muslim di mihwar muassasi ke mihwar dauli, perlu sebuah pemahaman yang mendalam tentang tsawabit dan mutaghayyirat politik sebagai landasan filosofis setiap politikus musli, agar geraknya yakin berdasarkan argument-argumen yang syar’I dan ilmiah.

Jadi, tidak ada lagi waktu diam bagi para politikus muslim yang sedang memperbaiki pemerintahannya, karena peradaban dunia sedang menunggunya. Bahkan tidak bisa mereka bergerak dengan gerakan yang biasa. Yang kita butuhkan sekarang adalah para politikus muslim yang bergerak seperti gelombang, berlari sederas sungai terderas.

Imam Syafi’I mengatakan:
Sungguh aku melihat air yang diam itu merusak dirinya sendiri
Kalaulah ia bergerak, dahsyatlah ia; jika tidak, ia merugikan diri

Bergerak, cepat, tepat, dan tak pernah berhenti. Itulah karakter jiwa seorang politikus muslim. Ia tidak akan lagi bingung atau berdebat dalam soal-soal filosofis tentang boleh-tidaknya berpolitik atau apakah jalan yang perlu diambilnya untuk berpolitik. Sebab, baginya semua itu sudah jelas, sejelas surya di tengah sahara. Semua itu sudah harus meresap dan tertanam di pikiran bawah sadar seorang politikus muslim; bahwa kapan pun, di mana pun, dan menghadapi siapa pun, ia siap menjawab dengan argumentasi filosofis sambil bersuara lantang, “Inilah Politikku!”



Diambil dari buku berjudul: Inilah Politikku
Karya: Muhammad Elvandi



Direkomendasikan untuk pencerahan intelektual dan inspirasi negarawan 
muslim; serta pengokohan tarbiyah bagi kader-kader dakwah.

Semoga bermanfaat…
Salam Perjuangan saudara/iku: mament

Rabu, 15 Juni 2011

Surat Cinta Untuk Ayah


Mungkin ini adalah surat cintaku yang pertama kepadamu, yah.
            Selama ini semua kagum dan rasa terima kasih, hanya terucap di dalam hati dan curhatanku kepada Rabbi.
            Tahukah kau, yah, bahwa kau selalu menjadi pahlawan pertamaku.
            Aku banyak belajar dari diammu.
            Kepemimpinanmu di rumah, selalu menjadi hal yang luar biasa bagiku.
            Masih teringat dengan sangat jelas, ketika ada permasalahan sekecil apapun, kau selalu mengumpulkan kami di ruang makan, lalu berbicara dengan penuh wibawa, memberi penjelasan dengan bersahaja, lalu memberikan nasehat penuh makna. Keren sekali waktu itu, yah.
            Ayah, aku memang lebih kaku kepadamu jika dibandingkan dengan keakrabanku kepada Ibu. Tapi aku selalu ingin sepertimu; melakukan pekerjaan layaknya cara-caramu, wibawa, keberanian, kesholehan, ketulusan, dedikasi, dan semua tentangmu, yah.
            Aku sangat senang dengan caramu mendidikku, yah. Karena kau memberikanku kebebasan dalam memilih, agar aku bisa belajar makna tanggung jawab dengan benar seutuhnya. Sehingga aku beranjak dewasa dengan lebih cepat dibandingkan teman-temanku yang lain yang dibatasi pergerakannya oleh orang tua mereka.
            Semenjak kecil aku sangat jarang menangis kecuali di sujud dan percakapanku dengan_Nya. Walau dengan sakit dan perih, aku tidak menangis, yah. Karena aku tidak pernah ingin terlihat cengeng di depanmu. Tapi ada satu hal yang membuatku tidak dapat menahan air mata ini, yaitu kemarahanmu, yah. Mungkin bagi orang lain itu adalah hal biasa, karena laki-laki memang sering berbicara dengan nada tinggi. Tapi aku sangat mengenalmu, yah. Aku tahu betul perubahan emosimu. Karena biasanya marahmu terpendam dalam diam dan dilontarkan dengan nasehat-nasehat bermakna. Walaupun begitu yah, aku bersyukur pernh melihatmu seperti itu. Sehingga aku makin paham atas besarnya kasih sayangmu kepadaku.
            Ayah, aku senang orang-orang mengatakan bahwa aku mirip denganmu. Karena aku memang ingin seperti itu.
            Ayah tidak pernah mengatakan “tidak” atas permintaan-permintaanku. Apakah karena aku putri ayah satu-satunya? Waktu itu ayah menjawab, bahwa aku tidak pernah meminta apa-apa yang memberatkan ayah. Lagipula semua permintaanku itu memang sudah sepatutnya aku dapatkan. Benarkah itu yah? Atau itu hanya sekedar jawaban agar aku tetap merasa baik-baik saja? Aku bukan ingin tidak percaya kepadamu yah, aku hanya takut keinginan kita sama, sehingga tiada tertemu solusi terbaik atas ingin ini, yaitu tidak ingin mengecewakan dan memberatkanmu.
            Ayah, kau memang yang terbaik.
            Ketika aku bertanya tentang hal yang ingin ayah lihat dari pencapaianku, Ayah hanya menjawab, bahwa ayah ingin melihatku bahagia atas pencapaianku. Hanya itu yang ayah inginkan dariku. Cukupkah itu bagimu, yah? Terfikir olehku atas perjuanganmu untuk memenuhi keterbutuhan kami, keluargamu. Tak terdengar keluh sedikitpun. Karenanya hal itu terpatri di hatiku, yah. Hingga akhirnya aku tak ingin mengeluh, agar aku bisa mendekatimu.
            Mungkin karena diammu. Sehingga semua tutur bahasamu menjadi istimewa terdengar olehku, sesederhana apapun itu.
            Ini salah satu pesan ayah kepadaku: “jangan cengeng meski kau seorang wanita, jadilah selalu bidadari kecilku dan bidadari terbaik untuk ayah anak-anakmu kelak! Laki-laki yang bisa melindungimu melebihi perlindungan ayah, tapi jangan pernah kau gantikan posisi ayah di hatimu.”. Kira-kira seperti itulah nasehat yang tersampaikan kepadaku.
            Aku tidak pernah melihat ayah menangis. Tapi sering aku mendengar sesengukan tangis ayah dalam sujud kepada_Nya, sering ibu bercerita bahwa ayah menangis di kamar di malam hari, karena merasa rindu dengan kami di rantau. Ayah memang tidak pernah mendekapku dalam pelukan ayah ketika aku hendak pergi jauh. Ibu bilang, ayah tidak sanggup melakukannya karena takut tertetes air mata ayah ketika akan melepasku.
            Ayah hebat.
            Aku ingin bercerita lebih banyak kepadamu yah. Walau terasa sepi percakapan kita. Tapi bahasa percakapan kita berbeda, dan hanya kita yang dapat memahamkannya. Karena itu yah, aku tertular akan diam ayah. Aku lebih suka membahasakan sesuatu dengan diamku. Walau banyak orang yang tidak mengerti, tidak masalah.
            Ayah tenang saja, ada tempat khusus di hati ini untukmu, yah.



            Walau terkesan kaku, tapi aku sangat sayang kepada ayah. Aku mencintai ayah karena Allah. Aku sungguh mencintai ayah…

Rabu, 08 Juni 2011

Sedikit Penyemangat: Degradasi

Selamat ujian kepada adik-adik di asrama SMA N 1 Padang Panjang...

Mungkin saat-saat seperti ini sangat menegangkan teringat ada banyaknya amanah yang ingin dituntaskan.
Disertai dengan "tekanan" dan "ketakutan".
Wajar jikalau ada kecemasan yang menemani perjalananmu, dek.
Terlebih dengan adanya degradasi yang menuntut kita harus berjuang total melewati ujian-ujian ini dengan sempurna.
Horror terdengar kata-kata itu. Tapi degradasi sebenarnya mempunyai arti lebih dari hanya sekedar beban.
Ia bisa menjadi penyemangat dan pengingat di kala kita terlemah dalam bertindak.

Hadapilah dengan berani bersama-sama.
Kita bergenerasi di asrama agar bisa membagi semua beban bersama, melewati ujian bersama, teguh bersama, saling mengingatkan agar tiada yang lelah, saling mensholehkan antar kita, dan menguatkan diri bersama. Karena kebersamaan itu yang membuat semua kebermaknaan perjalanan ini menjadi kesan yang tiada terlupa.

Dek, nikmati secara optimal waktu di asrama ini...
Ada berjuta kenangan yang akan terukir indah di kenangan kita pada akhirnya.

Selamat menempuh ujian.
Semoga semuanya lolos dari degradasi.

Mentari Halimun
085766156124
Generasi ke-11 di asrama: AldebaranIQ

Selasa, 07 Juni 2011

Mabim dan Pengembangan Fisika 2010


Ada banyak hal yang membuat saya berbangga atas keberadaan “kita”. Bagaimana kita menjadi berbeda, bagaimana kita menjalin kebersamaan bersama, bagaimana kita tertawa, bagaimana kita begadang bersama, bagaimana kita membagi satu gelas kecil kopi untuk beramai-ramai, bagaimana kita merayakan ulang tahun salah seorang ‘saudara’ kita, bagaimana kita bernyani di gazebo, bagaimana kita menyalin contekan tugas dari risma, bagaimana kita saling menasehati satu sama lainnya, dan banyak ‘bagaimana-bagaimana’ lainnya yang terangkai indah dalam ikatan yang kita pahami sebagai ikatan “persaudaraan” ini.
Mungkin semua hal ini terlihat sederhana jika dinilai oleh orang lain yang tidak mengikuti langkah beriringan bersama kita. Karena kebersamaan ini hanya kita yang punya. Semua nikmat ikatan ini hanya dapat dipahami oleh kita yang menjalaninya. Kata-kata “saudara”pun tidak dengan mudah kita lekatkan ke orang yang dulunya hanya kita sebut sebagai “teman”. Title “saudara” ini ada setelah kita melalui banyak suka dan duka bersama. Ketika ada yang hadir dalam tawa ukhuwah kita, dan ia juga ada saat kita mengalami berbagai kesulitan bahkan kadang diiringi tangisan bersama, maka orang-orang seperti itu lah yang terpatri dalam hati kita bahwa ia adalah “saudara”.
Saya sadar bahwa ada beberapa orang yang beranggapan bahwa masa mabim dan pengembangan adalah sebuah formalitas belaka. Tapi apakah dengan tanpa mabim dan pengembangan kita akan menyadari dan memahami kondisi sebenarnya dari angkatan ini..? apakah dengan tanpa mabim kita bisa mendapatkan berbagai pengalaman lucu, konyol, menyedihkan, memalukan, atau kejadian lainnya? Apakah dengan tanpa mabim dan pengembangan akan muncul sosok “luthfi” yang dengan ikhlas dan setia menjadi coordinator angkatan kita, yang seringkali menjadi kambing hitam dari semua kesalahan kita, namun ia tetap ikhlas menjalaninya? Apakah dengan tanpa mabim kita bisa mengenal sosok yang sebenarnya dari tiap individu di angkatan kita? Maka dari semua pertanyaan ini saya simpulkan bahwa, KITA TIDAK AKAN MENJADI KITA YANG SEKARANG TANPA MELALUI TAHAPAN ini.
Kepada siapapun…
Saya mencintai angkatan ini dengan ikhlas karena semua hal yang telah kita lalui bersama. 
Wajar jikalau banyak perdebatan dan permasalahan di angkatan ini. Karena mungkin ada yang jenuh, atau mungkin ada yang lelah, atau mungkin ada yang bosan untuk mengerti, atau bahkan mungkin ada yang terlalu egois untuk semua perjalanan ini. Maka semua permasalahan ini akan menjadi dinamika dalam ukhuwah kita.

Mari kita berhenti sejenak di titik ini 
...
Melihat kembali berapa jauh jalan yang telah tertapaki, dan mengukur berapa jarak yang masih harus kita tempuh, sambil meremajakan ingatan dan perasaan persaudaraan kita.
Ingin sebenarnya sejenak mengulangi semua kegiatan itu, tapi tentunya setelah semua itu kita ulangi lagi, kebermaknaannya mungkin akan berkurang. Maka mari kita syukuri satu kesempatan yang telah terlalui ini.


Semoga ukhuwah kita terus mendewasa.


FISIKA 2010!!
HIFI HIFI HIFI!!!

 *yang mbaca tulisan ini,,,
ini adalah rangkaian pengenalan kampus di tempat ane kuliah: Fisika Unpad.
mabim = masa bimbingan
pengembangan = persiapan menuju pelantikan

silahkan dinikmati bacaannya.